Seperti halnya manfaat kalsium untuk pertumbuhan anak, zat besi dibutuhkan oleh bayi untuk menunjang pertumbuhannya. Setelah bayi lahir, kebutuhan zat besi bayi tercukupi oleh cadangan zat besi yang diperoleh bayi saat masih berada dalam kandungan. Kemudian setelah melahirkan, bayi akan mendapatkan asupan zat besi melalui air susu ibu eksklusif.
Berikut adalah manfaat zat besi untuk bayi. Pertama, penting bagi pembentukan sel darah merah. Bayi dan anak dengan asupan zat besi yang cukup, akan dapat memproduksi hemoglobin dalam jumlah yang sesuai dengan kebutuhan metabolisme tubuhnya. Hal ini menjadikan ketercukupan hemoglobin untuk mengantarkan oksigen ke seluruh jaringan tubuh bayi. Oksigenasi jaringan tubuh pun dapat berjalan baik dan cukup sehingga pertumbuhan organ-organ tubuh anak pun tidak terhambat atau terganggu.
Kedua, berperan dalam meningkatkan sistem kekebalan tubuh. Tercukupinya zat besi untuk bayi dan anak juga merupakan cara menjaga bayi dan anak agar tidak mudah sakit. Zat besi membantu mencegah dan menghambat penyebaran infeksi pada tubuh bayi. Hal ini terjadi karena respons sel darah putih, yakni neutrofil dan limfosit, menjadi lebih baik sehingga mampu menekan pertumbuhan bakteri. Ketiga, mielinisasi atau pembentukan selubung saraf atau myelin merupakan salah satu faktor yang mendukung perkembangan otak anak. Proses ini berlangsung sejak kehamilan trimester ketiga hingga anak berusia dua tahun. Dan zat besi merupakan mineral yang sangat dibutuhkan untuk kecerdasan otak anak. Keempat, selain untuk mielinisasi, zat besi juga penting bagi proses kerja enzim untuk perangsangan saraf dan kerja otak. Jika tidak tersedia cukup zat besi, hal ini dapat mengganggu produksi neurotransmitter yang berfungsi mengantarkan sinyal saraf ke seluruh tubuh. Sebagai akibatnya, anak dapat mengalami gangguan penginderaan, kepribadian, hingga menunjukkan ciri-ciri anak hiperaktif, serta memori dan kecerdasan.
Dikutip dari enfa.co.id, mielinisasi adalah proses pelapisan lemak pada ujung saraf yang akan mempercepat transmisi impuls saraf dan mendukung fungsi kognitif yang lebih kompleks. Namun, mielinisasi ini hanya terjadi di beberapa bagian otak yang berbeda dan dalam waktu yang berbeda. Hal ini dimulai sejak si kecil berada dalam kandungan dengan lapisan sel sensorik dan motorik utama yang terletak di batang otak. Proses kemudian berlanjut secara bertahap ke bagian lain otak. Sel-sel yang mengatur fungsi dasar adalah sel yang mengalami mielinisasi pertama kali. Sedangkan sel yang mengatur fungsi yang lebih tinggi adalah yang terakhir. Kebanyakan mielinisasi ini selesai pada dua tahun pertama kehidupan. Namun untuk bagian-bagian yang berhubungan dengan pemikiran paling kompleks dan abstrak, akan berlanjut ke masa kanak-kanak dan mungkin hingga mereka dewasa.
Pada sisi kognitif, itu berarti, jika si kecil mulai menguji kesabaran Ibu dengan melakukan hal yang sama berulang kali, seperti menjatuhkan mainan atau sendok makan, maka memang inilah yang seharusnya terjadi pada tahap ini. Bayi memperoleh pemahaman tentang konsep-konsep seperti sebab -akibat dan objek permanence melalui eksperimen dan repetisi. Ketika sendok jatuh, ia sedang belajar tentang gravitasi. Ketika sendok jatuh ke lantai dengan suara berdenting, ia sedang belajar mengenai suara. Dan ketika Ibu mengambilnya, ia mengetahui bahwa Ibu bisa diandalkan untuk memenuhi kebutuhannya. Setiap kali ia mengulang tindakannya, hal ini menstimulasi sirkuit saraf pada otak yang akan menjadi semakin kuat jika sering digunakan. Berlatih kegiatan yang sama berulang kali tidak hanya memperkuat pembelajaran tetapi juga meletakkan dasar untuk pembelajaran dan pemahaman yang lebih rumit.
Pada sisi motorik, perlu diketahui bahwa si kecil tidak dapat menguasai tahapan tumbuh kembang motorik kasar seperti duduk, merangkak, dan berusaha berdiri tanpa perkembangan cerebellum; bagian dari otak yang mengatur koordinasi dan keseimbangan. Koordinasi motorik yang diperlukan untuk memegang mainan genggam, menyentuh dan mendorong mainan gantung, serta menarik dan mendorong, juga dapat ia lakukan seiring meningkatnya jumlah koneksi saraf di otak. Kemampuan motorik ini menjadi lebih baik lagi dengan diferensiasi otak kanan dan kiri yang terus menguat selama periode ini. Otak kanan mengontrol proses spasial yang mendukung pemahaman visual sedangkan otak kiri mengontrol penguasaan bahasa.
Pada sisi komunikasi, di tahun pertama kehidupannya si kecil mendengar lebih banyak suara ketimbang orang dewasa. Sekaligus memberi tantangan kepadanya mengenai cara membedakan suara-suara tersebut. Ketika si kecil mulai fokus dengan mengingat suara pembicaraan tertentu dan menyaring suara yang lain, ia mulai mempelajari bahasa. Hal ini membantu otak untuk menyingkirkan beberapa jalur saraf yang tidak digunakan. Semakin sering seorang Ibu berkomunikasi secara lisan kepada si kecil, semakin banyak kesempatan si kecil belajar berkomunikasi. Selain itu perlu diingat, bahwa ternyata si kecil dapat mengembangkan kemampuan bahasa dengan lebih cepat ketika otaknya fokus secara lebih spesifik. Namun jika lingkungannya cukup bising, seperti adanya suara teve, musik, atau obrolan lainnya, hal ini dapat mengganggu proses si kecil mendengar dan menyimak.
Pada tataran sosial, kemampuan mendengar, bahasa, dan menafsirkan ekspresi wajah, yang merupakan kunci sukses dalam interaksi sosial, berawal dari lobus temporal otak. Seiring pertumbuhan koneksi saraf di salah satu bagian otak si kecil yang berusia 6 – 12 bulan menjadi semakin kompleks, si kecil menjadi semakin tertarik dan terlibat dengan orang-orang di sekelilingnya. Di samping itu, selama periode ini si kecil mulai membuat ikatan yang lebih erat dengan pengasuh utamanya. Perubahan ini sebagian disebabkan oleh lonjakan pertumbuhan pada lobus frontal yang mengatur ingatan dan proses pembelajaran bahasa.